Semenjak tentara sekutu menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki beberapa puluh tahun yang lalu, maka bom atom atau bom nuklir telah menghantui masyarakat di seluruh dunia. Mendengar kata " nuklir " atau istilah lain yang berbau nuklir memang dapat memberikan suatu imajinasi rasa takut, menegakkan bulu roma dan rasa antipati yang mendalam, terutama bagi mereka yang sangat awam dalam masalah nuklir. Meskipun begitu, rasa takut dan antipati terhadap nuklir juga menghinggapi mereka yang cendekiawan menengah atau cendikiawan ahli yang memang tak suka nuklir. Kelompok yang tidak suka nuklir atau anti nuklir dihinggapi oleh suatu gejala, kalau boleh dikatakan demikian, yang dikenal dengan istilah Nuklirophobi Syndrome. Gejala ini akan semakin meningkat dan meluas dengan masuknya berita-berita dari luar negeri tentang adanya kasus kebocoran instalasi nuklir , lengkap dengan catatan korban yang meninggal dunia. Ataupun bila ada berita-berita tentang instalasi nuklir lain yang bersifat negatip. Belum lagi ditambah usaha untuk membesar-besarkan berita dari berita yang sebenarnya.
Radiasi nuklir yang dikatakan menakutkan itu sebenarnya secara sadar atau tidak sadar telah kita alami semenjak kita lahir, sampai seusia kita sekarang dan sampai kita mati kelak. Hal ini disebabkan karena lingkungan tempat kita hidup ini penuh dengan radiasi nuklir yang berasal dari bermacam-macam sumber radiasi alam seperti terlihat tabel-1 sebagai berikut:
─────────────────────────────────────────────────────────────────
No. Jenis sumber radiasi nuklir Dosis tahunan (mrem/tahun)
─────────────────────────────────────────────────────────────────
1.Bahan bangunan (Batu, Bata, Pasir, Semen dll.) 57
2.Air, Makanan, udara (di Amerika Serikat) 30
3.Perjalanan di udara (1000 km/tahun) 4
4.Menonton TV hitam putih (3jam/hari) 0,1
5.Menonton TV berwarna (3jam/hari) 0,1-0,6
6.Sinar-x dada di Rumah Sakit 150
7.Sinar-x gigi di Rumah Sakit bagian gigi 20
8.Instalasi /reaktor nuklir (pada batas lokasi) 1-2
─────────────────────────────────────────────────────────────────
Sumber: BATAN, Keselamatan Reaktor dan Segi Humasnya, 1976. p.55.
Satuan radiasi nuklir yang dipaparkan oleh sumber radiasi nuklir disebut Rontgen (r) . Satuan untuk radiasi nuklir yang diserap oleh jaringan adalah rad atau Gy. Sedangkan satuan radiasi nuklir yang mengenai tubuh manusia disebut "rem"
(rontgen ekivalen man). Untuk mengetahui besarnya dosis radiasi nuklir dalam rem dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Dosis dalam rem = dosis dalam rad atau Gy x Qf. Qf adalah faktor kualitas dari masing-masing jenis sinar radioaktif yang nilainya bervariasi antara 1-10. Sedangkan dosis dalam rad atau Gy adalah dosis radiasi nuklir yang diserap oleh jaringan tubuh. Untuk alat monitoring radiasi nuklir yang canggih, besarnya rem yang diterima oleh tubuh dapat ditunjukkan dalam bentuk angka secara digital. Sudah barang tentu alat monitor tersebut selalu dilakukan kalibrasi secara periodik untuk menjamin tingkat akurasinya. Jumlah rem yang diterima oleh masing-masing individu adalah tergantung dari daerah tempat tinggal, jenis rumah, jenis makanan dan aktivitas kegiatannya. Misalnya orang yang tinggal di kota London, Paris, Denver dan Kerala (India), masing-masing akan menerima radiasi nuklir dengan dosis sebesar 100, 120, 125, dan 400 mrem per tahun (1 mrem = 0,001 rem). Jenis rumah dan jenis pekerjaan juga akan mempengaruhi jumlah radiasi nuklir yang akan diterima seseorang. Misalnya orang yang tinggal dalam rumah yang temboknya dibuat dari batubata akan menerima dosis radiasi nuklir sebesar 50-100 mrem per tahun, apabila temboknya dibuat dari beton maka pnghuninya akan menerima radiasi nuklir sebesar 70-100 mrem per tahun, sedangkan untuk penghuni rumah yang terbuat dari kayu hanya akan menerima dosis radiasi nuklir sebesar 30-50 mrem per tahun. Radiasi nuklir juga kita terima dari makanan sehari-hari yang kita makan. Pada umumnya tubuh kita akan mendapatkan radiasi nuklir dengan dosis 25 mrem setiap tahun dari makanan, minuman dan udara yang kita hirup setiap saat. Profesi seorang petani, pilot kapal terbang dan ahli radiologi di rumah sakit ternyata mempunyai perbedaan dalam jumlah radiasi nuklir yang diterima selama menjalankan profesinya. Sudah barang tentu ahli radiologi di Rumah sakit akan mendapatkan radiasi nuklir yang terbesar yaitu 150 mrem per tahun, disusul kemudian oleh profesi petani yang bekerja di sawah atau ladangnya akan menerima dosis radiasi nuklir sebesar 45 mrem per tahun. Sementara itu tanah-tanah pertanian yang ia garap akan menerima radiasi nuklir dengan dosis sebesar 15 mrem per tahun. Sedangkan pilot yang menerbangkan pesawat terbang dari London ke New York akan menerima dosis radiasi nuklir sebesar 4000 mrem untuk sekali penerbangan.
Di sekitar instalasi nuklir buatan manusia, baik berupa reaktor nuklir, tempat penambangan uranium, pabrik bahan bakar nuklir, pabrik proses ulang bahan bakar nuklir dan pusat pengelolaan limbah nuklir, hanya akan memberikan radiasi nuklir dengan dosis sebesar 1-2 mrem per tahun pada batas lokasi instalasi nuklir tersebut. Dosis ini adalah relatif kecil bila dibandingkan dengan jumlah dosis radiasi nuklir yang diterima dari sumber radiasi nuklir yang ada di alam . Jumlah dosis radiasi nuklir yang diterima oleh tubuh manusia dapat bersifat tunggal atau gabungan dari berbagai macam sinar radioaktif yang diterimanya. Tetapi jumlah radiasi nuklir yang diterima oleh tiap-tiap individu justru sebagian besar berasal dari sumber radiasi nuklir yang ada di luar instalasi nuklir. Misalnya apabila seseorang menerima radiasi nuklir sebesar 100%, maka kemungkinannya adalah 67,45% berasal dari sumber radiasi alam, 30,70% berasal dari sumber radiasi nuklir untuk kesehatan (diagnosa dan terapi penyakit), 0,60% berasal dari sumber radiasi debu radioaktif jatuhan, 0,15% berasal dari sumber radiasi instalasi nuklir dan sekitar 1,1% berasal dari sumber radiasi nuklir yang lain.
Pusat sumber radiasi nuklir alam adalah matahari. Di permukaan matahari setiap saat terjadi reaksi inti yang menghasilkan berbagai macam sinar, baik sinar ultra violet, sinar tampak, maupun sinar radioaktif. Sinar-sinar tersebut dipancarkan sampai ke bumi dan mengenai semua benda yang ada di bumi. Sinar radioaktif yang dipancarkan matahari mampu menginduksi terjadinya unsur-unsur radioaktif yang ada di udara ( seperti unsur C-14,
N-15) , atau unsur-unsur yang ada di dalam tanah, batuan dan kerak bumi ( misalnya K-42, Ca-45, U-238, Sr-90, Cs-137 dll.). Dari sistem tata surya di jagat raya juga dihasilkan sinar radioaktif yang dapat sampai ke bumi dan disebut sinar kosmis.
Dari beberapa uraian tersebut di atas, jelaslah bahwa instalasi nuklir bukanlah satu-satunya sumber radiasi nuklir yang perlu dicemaskan atau ditakuti. Hal ini disebabkan karena masih banyak sumber radiasi nuklir di luar instalasi nuklir yang lebih besar dan setiap saat mengenai tubuh kita. Bahkan bila ditinjau dari segi risiko kematian yang disebabkan karena terkena radiasi nuklir yang dihasilkan oleh suatu instalasi nuklir, akan menjadi semakin jelas bahwa instalasi nuklir bukanlah satu-satunya sumber radiasi nuklir yang berbahaya bagi manusia. Hal ini dapat dilihat pada tabel-2 sebagai berikut :
────────────────────────────────────────────────────────────────
No. Penyebab kematian Risiko kematian per orang
per tahun ( x 10-7)
─────────────────────────────────────────────────────────────────
1. Merokok (20 batang/hari) 50.000
2. Minum anggur (1 botol / hari) 7
3. Bermain softball 400
4. Balapan mobil 12.000
5. Mendaki gunung 400
6. Mengendarai mobil 1.700
7. Mengendarai motor 20.000
8. Minum pil kontraseptif 200
9. Tertabrak mobil ( di Amerika Serikat) 500
10. Disambar petir (di Inggris) 1
11. PLTN (pada batas lokasi, di Amerika Serikat) 1
12. PLTN ( pada jarak 1 Km, di Inggris) 1
13. Ledakan bejana bertekanan tinggi 0.5
14. Sakit leukemia 800
15. Sakit influenza 2000
16. Sinar kosmis dari ledakan supernova 0,1 - 0,0001
─────────────────────────────────────────────────────────────────
Sumber : Buletin IAEA, Vol.22 No.5/6. 1980.
Dari tabel di atas terlihat bahwa merokok adalah pembunuh manusia kelas wachid. Kemudian disusul oleh kegiatan mengendarai motor, balapan mobil dan sakit influenza. Risiko kematian karena penyakit kelas berat lainnya seperti jantung koroner, hipertensi, aids dll sudah barang tentu lebih tinggi akan tetapi belum ditemukan datanya. Sedangkan kematian yang disebabkan karena radiasi nuklir yang berasal dari instalasi nuklir memberikan angka yang sangat rendah bila dibandingkan dengan penyebab kematian lainnya. Dengan demikian tidak ada alasan lagi untuk takut pada nuklir, karena sejak lahir kita sudah diakrabinya.
DIBUAT OLEH : Ir.H.Muryono Hadihardjono
Pusat penelitian Nuklir Yogyakarta
INSTALASI NUKLIR BUKAN SATU-SATUNYA SUMBER RADIASI NUKLIR
Label: Iptek Nuklir
DIBUAT OLEH : Ir. H. Muryono
Bukan lagi menjadi rahasia umum bahwa radiasi sinar pengion dapat menginduksi terjadinya tumor kanker, leukemia, kematian embrio dalam kandungan neoplastic maupun non-neoplastic diseases. Apalagi akhir-akhir ini makin banyak digunakan sumber-sumber sinar pengion untuk tujuan radioterapi, radiodiagnosa, radiobiologi dll. Atau meningkatnya frekuensi ledakan percobaan bom atom, baik bom H maupun bom netron, dengan ditambah oleh radiasi sinar pengion alamiah yang berasal dari sinar kosmis dan unsur radioaktif dari tanah dan batu-batuan. Dari bermacam-macam jenis sinar pengion yang ada seperti sinar alpha, sinar beta, sinar netron, sinar ultra violet, sinar-x, maka sinar gamma dan sinar netron adalah tergolong sinar pengion yang paling berbahaya. Hal ini bila ditinjau dari lokasi sumber sinar yang berada di luar tubuh. Hal ini disebabkan karena kedua jenis sinar pengion tersebut mempunyai daya tembus yang besar sampai puluhan cm ke dalam jaringan. Kemudian tingkat bahayanya disusul oleh sinar beta dan sinar alpha. Tetapi apabila lokasi sumber sinar berada di dalam tubuh, maka sinar alpha adalah yang paling berbahaya bila dibandingkan dengan yang lain.
Mekanisme induksi tumor dan kanker sebenarnya diawali dari adanya perubahan dalam DNA (asam deoksiribose nukleat) dan RNA (asam ribose nukleat) yang terdapat di dalam inti sel dari maklhuk hidup. DNA dan RNA adalah senyawa yang menyusun gen dan kromosom, dimana gen dan kromosom merupakan pusat pengendalian semua sifat dan karakter dari makhluk hidup . Sementara itu, semua proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup juga dikendalikan oleh gen dan kromosom. Apabila DNA dan atau RNA terkena oleh radiasi sinar pengion dengan waktu dan tenaga yang potensial untuk menimbulkan perubahan, maka akan terjadi perubahan kimia pada komposisi DNA/RNA. Salah satu contoh perubahan yang terjadi adalah terlepasnya gugus fosfat dan gugus basanya. Gugus basa yang terikat dengan deaminasi akan pecah dari struktur siklisnya dan membentuk peroksida. Kemungkinan kerusakan DNA dapat dilihat pada gambar 1. Kerusakan DNA ini akan dilanjutkan dengan penyimpangan-penyimpangan sifat/karakter dan penyimpangan proses metabolisme yang sebelumnya secara normal dikontrol dan diatur oleh gen yang rusak tersebut. Apabila DNA/RNA tersebut merupakan penyusun ensim atau bagian dari enzim, maka enzim yang dibentuk akan menjadi inaktif. Tingkat inaktivasi enzim dinyatakan dengan angka G-value, ialah jumlah molekul enzim yang mengalami inaktivasi pada setiap terjadi penyerapan tenaga sebesar 100 eV (4). Misalnya untuk ensim DNaseI, RNase, DNaseII, Trypsin, Phosphorylase b, masing-masing mempunyai nilai G-value sebesar 0,7. 0,5, 0,4, 0,14 dan 0,19. Akibat perubahan struktur genetis dan atau gangguan terhadap sistem enzim atau proses metabolisme, maka terjadilah pertumbuhan sel atau kegiatan sel yang menyimpang dari keadaan yang normal. Hal inilah yang menybabkan timbulnya beraneka ragam tumor dan kanker ataupun penyakit sejenisnya yang diinduksi oleh sinar pengion.
Ulrich dkk (1978) di dalam percobaannya dengan menggunakan tikus betina yang disinari dengan sinar gamma yang berasal dari Cs-137 dan dengan variasi dosis 0, 50, 100 dan 200 rad, ternyata dari tiap-tiap grup tikus yang diamati terdapat gejala kanker paru-paru dan kanker payudara. Hasil pengamatan gejala kanker paru-paru masing-masing 12,8, 14,5, 16,5, dan 21,4 %. Sedangkan gejala kanker payudara pada tiap-tiap perlakuan masing-masing menunjukkan angka 7,6, 9,0, 13,2, dan 13,9 (5). Dengan menggunakan sinar-x, Philip (1978) menyinari tikus-tikus betina. Dari hasil pengamatannya diperoleh gejala kanker paru-paru sebesar 8, 10, 10,4%. Gejala kanker payudara diperoleh data 2, 14, 6 dan 9% masing-masing pada perlakuan sinar-x dengan dosis 0, 100, 200 dan 400 r. Silverman dkk (1976) mendapatkan kasus kanker pada setiap 1000 orang yang mengalami raddioterapi sinar-x pada masa kanak-kanak. Makin tinggi sinar-x yang digunakan makin tinggi pula kasus kanker yang ditimbulkannya (2). Broerse dkk. (1978) menyinari tikus betina dengan sinar gamma dan dengan variasi dosis 0, 50, 100 dan 200 rad. Dari pengamatan tiap-tiap grup tikus diperoleh gejala kanker payudara dengan persentase sebesae 0, 0,5, 0,8 dan 1,37 (7). Kanker paru-paru dan kanker payudara ternyata yang banyak diderita oleh penduduk Hiroshima dan Nagasaki yang selamat dari ledakan bom atom tetapi mendapat radiasi sinar pengion dari ledakan bom atom dengan dosis di atas 100 rad (8). Kasus leukemia juga sering muncul dan terkait dengan perlakuan sinar pengion. Barendsen dkk. (1977) menyinari tikus jantan dengan sinar-x dan dengan dosis masing-masing 75 rad dan 150 rad. Setelah dilakukan pengamatan ternyata terdapat data 18,6 dan 34,4 % dari tiap-tiap grup tikus menderita leukemia (9). Sedangkan Philip dkk (1978) melakukan penyinaran terhadap tikus dengan sinar-x dengan variasi dosis penyinaran 0, 100, 200 dan 400 r. Dari tiap-tiap grup yang diamati terdapat kasus leukemia dengan persentase 0, 1, 3 dan 5 %.(6). Vogel (1974) menggunakan sinar netron untuk menyinari tubuh tikus secara menyeluruh. Pengamatan 11 bulan setelah penyinaran menunjukkan bahwa makin tinggi sinar netron yang diberikan akan memberikan kasus tumor payudara yang makin tinggi. (gambar 3). Philip dkk (1978) mendapatkan gejala uterin tumor pada tikus-tikus betina yang disinari dengan sinar-x dengan dosis 0, 100, 200 dan 400 r. Persentase tikus yang menunjukkan gejala masing-masing adalah 6, 4, 6 dan 2% (6). Lafuna (1978) menyinari tikus dengan sinar alpha yang berasal dari isotop Pu-239 dengan variasi dosis 200, 600, 2000, 6000, dan 20.000 rad. Dari tiap-tiap grup tikus yang diamati menunjukkan kasus kanker paru-paru masing-masing sebesar 100, 42, 27, 8 dan 1,5%,
DAFTAR BACAAN
1. AHNSTROM Radiology. Manual on mutation breeding. IAEA, Vienna. 1980. p.21-28
2. SILVERMAN, C., M.L. SHORE. Low dose ionizing radiation carcinogenetic effects in man. biological and environmental effect of low level radiation II. 1976. IAEA, p.395-401.
3. SANNER,T., GIZELLA KOVACS-PROSZT. Aspects of the effects of ionizing radiation on enzymes. Improvement of food quality by irradiation. iaie vienna. 1974 p.101-116.
Label: Iptek Nuklir
Sinar alpha : merupakan sinar partikel yaitun suatu inti He yang bergerak cepat. Berasal dari proses peluruhan radionuklida atau dari suatu alat akselerator.Bermuatan positip. Daya tembusnya rendah dan kecepatan rambatnya lambat. Daya destruksi sangat besar (bila interna) dan sangat kecil (bila externa). Batas penahan sehelai kertas atau lapisan tipis udara. Dipengaruhi oleh medan magnit dengan dibelokkan secara tajam.
Sinar beta : Merupakan sinar partikel yaitu suatu elektron yang bergerak dengan kecepatan tinggi.Berasal dari hasil proses peluruhan inti irotop radioaktif, bermuatan negatip. Mempunyai daya tembus agak besar dan kecepatan merambatnya besar. Daya destruksinya besar (interna) dan sedang (externa). Bahan penahan lapisan Al yang tebalnya beberapa mm. Dipengaruhi oleh medan magnit, yaitu dibelokkan sedikit oleh medan magnit dengan arah berlawanan dengan sinar alpha.
Sinar gamma : merupakan sinar gelombang elektro magnit dengan panjang gelombang pendek sekali. Berasal dari isotop radioaktif tertentu. Sinar ini tidak bermuatan dan mempunyai daya tembus yang sangat besar. Daya destruksi kecil (interna) dan besar sekali (externa).Sinar neutron :merupakan sinar partikel, tidak bermuatan . Berasal dari hasil proses fisi dalam reaktor atom atau dari generator Van De Graa. Daya tembusnya besar.
Sinar Proton : merupakan inti atom hidrogen, bermuatan positif dan berasal dari akselerator. mempunyai energi yang sangat besar.Sinar-X : merupakan sinar gelombang elektromagnit. Berasal dari alat tabung sinar-x. Proses poancaran, di luar inti atom (sinar gamma di dalam inti atom).
Proses radiolisis molekul air (H2O)
Label: Iptek Nuklir
As we fast forward into 2000 and beyond it is critical that we not move too quickly through the sampling phase of soil testing. Insufficient effort in this phase degrades this critical best management practice (BMP) to numbers that mean nothing. However, a properly collected and handled soil sample can be a diamond in the rough as it guides farmers to greater profits, efficiency, and environmental quality.
General Guidelines
The fundamental guidelines of soil sampling and handling are well developed and will not be repeated here. General guidelines should be obtained from the soil testing lab that will be used for analysis since soil test interpretation can be influenced dramatically by how and when the sample is taken. Also, the tests to be performed can influence the depth of sampling required. For example, nitrate analysis almost always requires deeper sampling than for phosphorus (P) or potassium (K).
Guidelines For Sampling Where Residual Bands Are Present In Conservation Tillage
The growth in conservation tillage and banding of fertilizer nutrients has added new challenges to soil sample collection. Less mixing of fertilizer bands with bulk soil in these systems increases soil test variability and has been a frustrating problem for the soil sampler. Hitting too many bands in a sample can cause an inflated soil test level and lost profit due to nutrient deficiency while avoiding the bands completely could overestimate fertilizer needs.
Recent research in Colorado and Kansas has resulted in useful guidelines for sampling no-till where K has been banded that allows one to obtain the true average K test for the area sampled.
Where the band locations are known, the number of core samples to be taken between the bands for every core sample taken in-the-bands is equal to 8 times the band spacing in feet. If row spacing is 30 inches, 20 cores should be taken between the bands for every core taken in the band.
When the band locations are not known, paired-sampling where the first sample is taken at random and the second sample of the pair is taken at 50% of the band spacing from the first sample and perpendicular to the band direction will reduce variability over random sampling. These guidelines were developed from P data but are likely appropriate where other immobile nutrients like K have been banded.
Dealing With Soil Variability
We all know that soils within fields are variable. The crop tells us that every year — and screams it to us during droughts when differences in soil texture and organic matter are most apparent. The soil properties that vary within fields result in variation in yield potential and frequently in soil test levels. A recent survey of Missouri crop production fields where the fields were sampled in 2 to 4 acre grids revealed that greater than 100% variability in soil test P and 60% variability in soil test K were common within any of the fields. Bray 1 P levels in one field varied from 16 to 150 lb/A!
What Can Be Done With Variable Fields? Historically, the extreme areas of the fields have been avoided and a sample taken to represent the dominant area in the field. Another approach is to sample those areas with different soil tests and yield potentials separately or by a grid system and fertilize them separately. This approach was used on the Missouri field mentioned earlier. Dividing this field into 3 areas and applying P as called for with conventional application equipment increased P use by 1600 lb for the 80 acre field, for an added cost in fertilizer, sampling, and spreading of $12.50 /acre. However, corn yields increased by 36 to 46 bu/A which represented a $7000 increase in gross income from the 80 acre field!
Soil sampling by soil type using NRCS soils maps provides another opportunity for variable rate fertility management using conventional equipment. This technique is particularly well adapted where only a few soil types exist in fields and where those differences are closely associated with physiographic differences in the landscape.
To expand further on this idea, a University of Minnesota study using variable rate application equipment produced a striking reduction in corn yield variability across the field and an increase in average yield and net return. The extra investment in intensive soil sampling can result in substantial increases in yields, profitability, and efficiency and at the same time decrease the potential of negative environmental effects caused by reduced crop residue production in under-fertilized areas and excessive residuals in over fertilized areas.
Consistency In Sampling Technique
Depth of sampling, time of sampling, sampling pattern, and sample handling can all influence test results, especially in today’s conservation tillage systems. Once an approach is selected, it s hould be followed each year. This is particularly important if the same individual does not do the sampling each year. How and when the sample was collected should be recorded for each field or area within a field.
Fall Sampling
Successful crop production today demands substantial planning. Complete and accurate crop management plans cannot be made without soil test results in hand. After harvest is an excellent time to soil sample in most systems. Soil conditions are usually favorable for collection of samples and a better job of sampling frequently results. Field time often is in short supply in the spring and soil sampling is the practice frequently omitted when something has to go. Also, research has shown that it is agronomically sound to apply needed P and K on most soils in the fall and fall sampling provides the scientific input necessary to guide that application.
Label: Pertanian